Yupo, seekor anak kucing berwarna hitam putih asyik bermain lari-larian. Mengejar ikan nila yang berenang dengan cepat di pinggiran sungai. Ikan nila itu bernama Piyo. Piyo dan Yupo berteman baik meskipun mereka berasal dari dua lingkungan hidup yang berbeda.
“Yupo, ayo berlari lebih kencang!” Piyo semakin berenang dan melesat dengan cepat. Yupo kian mengangkat keempat kakinya bergantian.
Tuing! Tuing! Tuing! Seolah ada bunyi tersebut saat Yupo berlari.
“Sudah cukup untuk hari ini, Ibu pasti mencariku, Piyo.” Yupo berhenti berlari dan melihat ke arah Piyo di sungai.
“Baiklah. Sampai jumpa besok!”
Begitulah permainan mereka setiap sore hari. Yupo akan berlari mengikuti Piyo dari daratan. Terkadang Piyo pun iseng menyemprotkan air ke badan Yupo. Yupo sendiri sangat takut dengan air. Maka dengan tangkas Yupo akan melompat-lompat menghindari cipratan Piyo.
Malam harinya, Yupo dan ibunya menyantap tulang ayam yang didapat dari halaman rumah manusia. Namun, seketika Yupo menjadi kepikiran sesuatu.
Yupo heran, mengapa Piyo bisa berteman baik dengannya. Padahal ikan adalah salah satu santapan kucing dan manusia. Yupo bertanya-tanya, apakah yang membuat Piyo tidak merasa takut dan tenang?
Yupo pun mencoba bertanya pada Ibu. Namun, ibunya menyuruh Yupo untuk bertanya langsung pada Piyo esok hari.
Keesokan harinya, langit sudah semakin gelap. Matahari mulai menurun seperti tenggelam ditelan tanah. Sudah dari satu jam yang lalu Yupo menunggu Piyo di pinggir sungai. Namun, Piyo tidak juga muncul.
Yupo memanggil-manggil nama Piyo. Tidak ada jawaban sama sekali. Sore itu air sungai sangat tenang. Tidak ada ikan yang muncul ke permukaan, termasuk Piyo. Yupo menjadi khawatir. Bagaimana jika…, ah tidak! Yupo tidak boleh berburuk sangka!
Langit kian gelap, Yupo pun pulang menemui ibunya. Yupo bercerita bahwa hari ini Piyo tidak ada. Yupo takut kalau Piyo kenapa-napa, atau bahkan tertangkap oleh manusia. Ibu mencoba menenangkan Yupo. Kata Ibu, semua hal yang terjadi, datang dan perginya teman itu sudah menjadi takdir Tuhan. Yupo harus percaya bahwa takdir Tuhan adalah baik. Terlebih Yupo tidak boleh berprasangka buruk terhadap Tuhan.
Meskipun masih merasa sedih, Yupo berusaha untuk memahami perkataan ibunya. Benar juga, semua pasti akan baik-baik saja.
Di sore hari yang lain, Yupo berencana menuju tempat pembuangan sampah dekat sungai. Barangkali ada sisa-sisa bekas makanan manusia yang dapat dimakan Yupo untuk nanti malam.
Tiba-tiba ada perasaan tidak enak. Ada yang memanggil-manggil nama Yupo.
“Yupo!”
Yupo menengok ke belakang. Tidak ada siapa-siapa.
“Yuuupoo!”
Yupo kembali berhenti. Melirik kanan dan kiri. Yupo berteriak, “Siapa itu!?”
Pluung! Ada suara cipratan air di tepi sungai.
“Piyo, itukah kau?” tanya Yupo bersemangat saat melihat Piyo sahabatnya muncul di permukaan sungai.
“Hai! Lama tidak bertemu, Yupo. Maaf, sejak beberapa hari lalu aku tidak bisa bermain denganmu. Beberapa hari lalu ada zat mencurigakan di tepi sungai, kata ayahku mungkin itu cairan asing yang dimasukan oleh manusia. Jadi Ayah melarangku untuk bermain ke tepi sungai untuk beberapa saat.”
Mendengar itu Yupo menjadi ikut prihatin. Namun, bagaimanapun Yupo senang bisa melihat Piyo kembali. Ternyata Piyo selamat. Akhirnya, Yupo juga menanyakan soal pertanyaan dahulu itu kepada sahabatnya tersebut.
“Piyo, aku sebenarnya mau bertanya. Mengapa kamu tidak takut berteman denganku? Padahal bisa saja kamu tidak selamat saat bersamaku.”
Piyo tertawa kecil lalu menjawab, “Aku percaya bahwa semua makhluk di bumi ini tidak diciptakan dengan sia-sia. Walaupun akan menjadi santapan para kucing dan manusia, aku yakin itulah tujuanku diciptakan, yakni bermanfaat untuk orang lain. Aku percaya padamu Yupo, karena kamu kucing baik. Bila aku bermanfaat bagi makhluk yang baik, aku yakin kebaikanku juga akan terus mengalir.”
Yupo terkagum. Piyo sangat memahami tujuan hidupnya. Piyo sangat percaya pada Sang Pencipta dan Piyo sangat berprasangka baik pada Tuhan. Yupo juga harus begitu.
“Oh iya Yupo, aku tidak bisa berlama-lama di tepi sungai,” ucap Piyo.
“Iya, aku juga mau ke pembuangan sampah mencari makan malam untuk aku dan ibuku. Baiklah kalau begitu, sampai jumpa di lain hari, Piyo!”
“Aku harap, semoga ada manusia baik yang mengadopsi kamu, Yupo. Kamu kucing yang baik,” kata Piyo sambil berenang menjauh dari tepi sungai.
Mereka pun berpisah untuk hari ini dan berharap besok bisa bertemu lagi. (*)


