Kerajaan Belantara dipimpin oleh Raja Singa yang arif dan bijaksana. Raja Singa sangat memperhatikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Setiap tahun Raja Singa menyelenggarakan acara besar yang diberi tajuk Festival Rakyat. Ada banyak kegiatan di dalamnya. Dari pameran UMKM, pertunjukan seni budaya hingga berbagai perlombaan.
Semua hewan tanpa terkecuali boleh ikut berpartisipasi. Sebab penyelenggaraan Festival Rakyat ini memang bertujuan mempererat dan memperkuat hubungan antar warga masyarakat. Selain itu juga sebagai sarana mengembangkan kreativitas rakyat.
Salah satu kegiatan di Festival Rakyat yang paling seru dan ditunggu adalah kompetisi masak. Ratusan koki dari segala penjuru hutan akan berdatangan untuk mengikuti seleksi.
Pada seleksi tahap awal, peserta akan menghadapi audisi memasak di hadapan para juri. Setelah itu akan dipilih 5 peserta terbaik untuk mengikuti puncak lomba.
Di hadapan raja serta penduduk yang membanjiri lapangan pertandingan, lima peserta terbaik itu akan menunjukkan kemampuan dan keterampilan memasaknya. Mereka diharuskan memasak sesuai tema yang telah ditentukan.
Nantinya hasil masakan itu akan disajikan di stan masing-masing. Pengunjung diperbolehkan mencicipi secara gratis lalu kemudian memberikan suaranya. Voting tertinggi akan dinobatkan sebagai juara.
Kancil telah dua tahun berturut-turut menjuarai kompetisi masak tahunan itu. Makanan yang dibuatnya selalu menjadi primadona para pengunjung. Namun sayang, Kancil menjadi sombong dan mulai malas belajar dan berlatih. Kancil merasa dirinya sudah hebat dan tidak perlu belajar dan berlatih lagi.
Tahun ini Kancil percaya diri akan memenangi kompetisi lagi. Kancil merasa kehebatannya belum ada yang menandingi.
Di sisi lain, ada Kura-Kura yang rendah hati, ulet dan rajin. Meski sudah dua kali berturut-turut kalah, Kura-Kura tetap semangat mengikuti kompetisi masak. Bagi Kura-Kura, kalah menang adalah hal biasa.
Kura-Kura juga berprinsip bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda. Kura-Kura senantiasa giat belajar dan berlatih. Selain itu Kura-Kura sering berinovasi dengan berbagai bahan guna menciptakan masakan kreasi baru.
Pada hari yang telah ditentukan, seluruh rakyat berbondong-bondong mendatangi lapangan pertandingan. Tak ketinggalan, keluarga kerajaan pun turut hadir demi menyaksikan perhelatan besar itu.
“Rakyatku semua, tidak lama lagi kita akan menyaksikan keterampilan memasak dari lima peserta terbaik. Setelah itu bersama-sama kita akan mencicipi hasil masakannya. Jangan lupa untuk memberikan penilaian dengan memasukkan kertas pilihan di kotak yang telah tersedia,” ujar Raja Singa, memberi sambutan. Seluruh penonton menyambut dengan gemuruh tepuk tangan.
“Baiklah! Lomba masak dimulai setelah bunyi gong!” seru Raja Singa lantang.
GONG!
Kompetisi masak pun di mulai. Tahun ini temanya adalah makanan manis atau desert. Para peserta sibuk di stannya masing-masing. Ada yang tengah menakar tepung, ada yang melelehkan cokelat batang, ada yang mengadon kue, dan ada yang memotong buah.
Para pengunjung pun tak kalah ramai. Mereka bersorak, bernyanyi-nyanyi, guna memberi dukungan kepada jagoannya masing-masing.
“Kancil! Kancil!” pekik pendukung Kancil.
“Kura-Kura! Kura-Kura!” timpal pendukung Kura-Kura.
Demikianlah lomba masak itu berjalan dengan sangat meriah hingga tak terasa waktu yang ditentukan telah habis. Raja Singa memukul gong, pertanda bahwa waktu memasak sudah usai. Para peserta bergegas menata hasil masakannya untuk dipajang di stan masing-masing.
“Para pengunjung yang ingin mencicipi makanan diharapkan antre dengan teratur untuk menghindari kericuhan!” imbau panitia festival.
Para pengunjung pun mematuhi aturan dengan membuat barisan. Mereka mengantre dari satu stand ke stand lainnya. Usai menikmati berbagai sajian makanan, mereka pun memasukkan suara pilihannya ke dalam kotak.
Stan milik Kura-Kura dipadati oleh antrean pengunjung. Mereka terlihat antusias mencicipi masakannya. Sedangkan stan Kancil terlihat sangat sepi. Hanya ada dua tiga pengunjung yang mencicipi masakannya.
Melihat itu Kancil pun penasaran. Kancil tidak mengerti mengapa para pengunjung enggan mendatangi standnya padahal dia memasak makanan yang sama enaknya seperti tahun-tahun kemarin.
“Hai, mengapa kamu tidak mencoba kueku?” tanya Kancil pada pengunjung yang lewat di depan stannya.
“Maaf, Kancil. Jujur saja, aku kurang berminat dengan kuemu,” jawab pengunjung.
“Kenapa? Apa kueku terlihat tidak enak?” tanya Kancil, kesal.
“Bukan begitu, Kancil. Aku yakin kuemu enak. Tapi jujur saja tampilannya kurang menarik,” jelas Kucing.
Hingga acara usai, hanya stand Kancil saja yang sepi pengunjung. Kue di stand Kancil masih tersisa banyak sementara kue di stand-stand yang lain ludes diserbu pengunjung.
Hampir semua peserta menyajikan kue kreasi baru sedangkan Kancil menghidangkan kue yang sudah umum diperjualbelikan.
Tak diragukan lagi, saat acara penghitungan suara, Kura-Kura mendapat suara terbanyak. Sementara Kancil mendapat peringkat terakhir. Kancil menangis sedih. Kancil tak menyangka dirinya yang telah juara dua kali harus kalah telak dari peserta lainnya.
“Jangan menangis, Kancil! Menang dan kalah dalam kompetisi itu hal biasa,” hibur Bu Rusa, pakar tata boga terkenal.
Teman-teman Kancil pun berdatangan, ikut menghibur. Ada Kuda, Kelinci dan Kambing.
“Cobalah makan ini!” bujuk Bu Rusa.
Masih dengan wajah sedih, Kancil kemudian mencicipi makanan pemberian Bu Rusa.
“Unik sekali bentuk kue ini. Rasanya pun sangat lezat!” ucap Kancil, takjub.
“Itu kue baru buatan Kura-Kura. Namanya kue bahagia,” jelas Bu Rusa sambil tersenyum.
Selanjutnya dengan penuh kasih sayang, Bu Rusa menasihati Kancil bahwa ilmu itu tidak terbatas. Begitu pun dengan ilmu memasak. Karena itu kita tak boleh berpuas diri jika sudah mengusai suatu ilmu. Seharusnya kita mesti terus menerus belajar dan berlatih guna mengembangkan kemampuan dan keterampilan. (Tamat)
Endang S. Sulistiya, menetap di Boyolali. Alumnus FISIP UNS. Tergabung dalam komunitas DSI (Diskusi Sahabat Inspirasi). Menulis cerpen dan cernak berbahasa Indonesia dan Jawa.


