Frame 117

Kamar Baru, Masalah Baru

By Penulis N

Hari pertama sekolah di tempat baru.

Kara sudah bangun pukul lima tiga puluh. Alarmnya berbunyi tiga kali. Satu untuk bangun, satu untuk cuci muka, satu lagi untuk sarapan. Di tangannya sudah ada catatan barang yang harus dibawa pada hari pertama sekolah. Termasuk buku catatan, pena favorit, dan dua permen mint, satu untuk dirinya, satu untuk Kira kalau tiba-tiba gugup.

“Kira,” bisik Kara sambil membuka selimut kembarannya. “Bangun. Sudah jam enam.”

Kira menggeliat. “Masih gelap… lima menit lagi…”

Kara menunjuk jam. “Enggak bisa lima menit. Kita harus berangkat jam enam empat puluh lima.”

“Kenapa enggak jam tujuh aja?”

“Karena aku enggak suka terburu-buru.”

Dengan berat hati, Kira bangun dan berjalan ke kamar mandi seperti zombie. Sepuluh menit kemudian, dia sudah siap dengan kaus kaki yang tidak serasi dan rambut separuh dikuncir.

“Serius?” tanya Kara sambil menunjuk kaus kaki. “Kamu mau bikin teman baru atau bikin mereka kabur?”

Kira hanya nyengir. “Biar gampang diingat. Bahwa di sekolah ada si kembar yang satu rapi banget, yang satu aneh banget. Lucu, kan?”

Kara menghela napas. Ini baru awal.

Di sekolah baru, mereka ditempatkan di kelas yang sama yaitu 5B. Kara langsung duduk di barisan depan, mengeluarkan buku catatan dan merapikan pensil dalam urutan warna. Kira duduk di sebelahnya sambil menggambar di buku tugas.

Bu Retno, guru kelas mereka, masuk sambil tersenyum. “Selamat datang, anak-anak. Hari ini kita kedatangan dua murid baru.”

Kara berdiri duluan. “Nama saya Kara. Saya suka membaca, membuat jadwal, dan belajar.”

Semua anak mengangguk sopan.

Lalu Kira berdiri. “Aku Kira! Aku suka menggambar, bermain, dan tidur siang kalau bisa!”

Satu kelas tertawa. Bahkan Bu Retno ikut tersenyum.

“Baiklah, selamat datang Kara dan Kira. Silakan duduk.”

Kara menunduk, pipinya memerah. Kira hanya menyenggol lengan Kara dan berbisik, “Lihat? Mereka langsung suka kita.”

Malamnya, mereka kembali ke kamar.

“Gimana hari pertama?” tanya Kara sambil menyusun buku pelajaran di rak.

“Seru! Aku udah punya dua teman baru. Mereka suka gambar juga.”

“Bagus. Aku juga suka kelasnya. Tapi, bisa enggak kamu… lebih tenang besok? Jangan melukis pakai penghapus di meja guru lagi.”

“Itu tadi iseng, eh ternyata Bu Retno malah bilang lucu.”

“Kalau kamu bikin masalah terus, nanti kita dimarahi.”

Kira naik ke tempat tidurnya dan menyalakan lampu gantung kecil yang dia tempel sendiri di atas ranjang. Warnanya ungu dan bergambar alien menari.

“Kamu tahu enggak, Kara? Kadang kamu terlalu serius. Dunia enggak selalu harus rapi.”

Kara memandangi rak bukunya yang baru saja dia susun. “Dan kamu terlalu berantakan. Dunia juga enggak harus kacau.”

Kira menguap. “Ya udah. Kita punya dunia masing-masing. Tapi tetap tinggal di kamar yang sama.”

Kara mendesah. “Itu masalahnya.”

Mereka tertidur dengan lampu masing-masing. Dan untuk pertama kalinya, Kara bermimpi berada di dunia penuh lukisan warna-warni, sementara Kira bermimpi berada di toko alat tulis yang rapi dan sunyi.

Keesokan harinya, lemari pakaian mereka jadi medan perang.

Kara ingin semua baju digantung dengan urutan warna, merah, kuning, biru, putih. Kira hanya ingin semua bajunya dilipat cepat dan dimasukkan ke laci.

“Kalau kaus kamu digantung pakai gantungan bulu ungu, nanti lehernya melar!” keluh Kara.

“Kalau dilipat terus kayak punya kamu, nanti aku enggak ketemu baju favoritku!”

“Karena kamu enggak pernah beresin!”

“Karena kamu terlalu banyak atur!”

Akhirnya, Mama datang dan memutuskan. “Separuh lemari kiri untuk Kara, separuh kanan untuk Kira. Mau digantung, dilipat, atau dijadikan pesawat kertas, itu urusan masing-masing.”

Kira tertawa senang. Kara menulis ulang rencana penataan kamar di mapnya dengan tambahan catatan kecil. Kompromi = setengah kacau. (*)

 

-- Akhir --

Bagikan Cerita

Baca tulisan menarik lainnya

Punya Naskah Cerita Sendiri?

Kirim Naskahmu Sekarang!

Naskah-Homepage