“Mora, naik bukit yuk!”
Mora mengintip bukit kecil di belakang rumah. Hari ini rumah Mora kedatangan dua temannya yaitu Nayla dan Trisa. Pulang sekolah, kedua teman sekelasnya di kelas 6 Panggyarso SD Isriati Moenadi Ungaran, main ke rumahnya. Mereka ingin naik bukit kecil di belakang rumah Mora. Pemandangan dari atas bukit memang indah. Anak berambut keriting sebahu itu sering ke sana bersama kakaknya. Hanya butuh waktu limabelas menit untuk mendakinya.
Tetapi, siang itu cuaca sangat buruk, langitnya gelap, suara petir menggelegar dari kejauhan.
“Aku tahu, kalian ingin sekali naik bukit tapi mau hujan!” kata Mora.
“Ah, hanya mendung kok tidak hujan!” kata Nayla.
“Iya, kami ingin main di atas!” ujar Trisa, yang bertubuh jangkung.
“Bahaya, sebentar lagi hujan!” sahut Mora. “Aku main ke bukit kalau cuaca cerah!”
Tetapi kedua teman Mora memaksa karena mereka ingin merasakan suasana di sana. Akhirnya Mora mengalah. Mora ingin membawa bekal makan dan minum. Tapi, Nayla dan Trisa ingin buru-buru berangkat.
“Ya sudah, kalau kamu ingin sekali menaiki bukit itu bawalah jaket!”
Kedua teman Mora menolak membawa jaket.
“Nggak ah, panas!”
***
Mereka bertiga mendaki bukit. Jalannya kecil dan berbatu-batu, di kanan kirinya penuh pepohonan.
“Aaaa, ada pohon bambu!” tunjuk Nayla, kaca matanya hampir jatuh.
Nayla dan Trisa ketakutan, mereka tercengang karena Mora tidak takut jadi mereka bersembunyi di belakang Mora.
“Kalian kenapa takut dengan pohon bambu? Kan tidak ada apa-apa,” tanya Mora kebingungan.
“Ihh, pohon bambu ada hantunya tahu!” ujar Nayla.
Mora pun tertawa, “Kamu masih percaya mitos? Hantu nggak ada!”
Tak lama kemudian, mereka sampai di atas bukit. Mereka pun beristirahat di gazebo kecil yang dibangun oleh warga desa. Sayangnya, mereka tidak bisa melihat pemandangan dari atas bukit karena mendung sudah menutupi pemandangan yang indah. Akhirnya, mereka bermain dan tidur-tiduran di gazebo.
“Pulang yuk, sudah mau hujan!” ajak Mora.
Tetapi mereka tidak mendengarkan kata-kata Mora. Mereka malah asyik bermain. Rintik-rintik air hujan pun mulai menetes. Ketiganya panik melihat hujan makin deras. Kedua teman Mora memaksa Mora untuk cepat-cepat turun.
“Kalian sih, diingatkan malah ngeyel!” omel Mora.
Ketiga anak itu terjebak di gazebo bambu. Nayla dan Trisa kedinginan, keduanya memeluk Mora yang memakai jaket tebal.
Mora bergegas menelpon kakaknya, “Kak, tolong, kami terjebak!”
Tak lama kemudian, Kak Marcel, kakak Mora pun sampai di atas bukit. Anak kelas sembilan itu mengenakan jas hujan dan membawa dua payung besar, juga tiga jas hujan.
Ia terkejut melihat kedua teman Mora kedinginan. Kak Marcel pun memberikan jas hujan untuk mereka bertiga, dan menuntun mereka pulang sambil mengomel panjang lebar.
***
Perjalanan pulang, terasa lebih berat karena jalan yang mereka lewati sebelum hujan menjadi licin, becek, dan susah untuk cepat-cepat sampai rumah. Jam tangan Mora menunjukkan pukul setengah empat sore.
Sesampainya di rumah, Kak Marcel pun memarahi mereka bertiga.
”Kalian ini kenapa sih, sudah tahu kalau cuaca tidak baik kenapa kalian memaksa naik?” tanyanya dengan nada tinggi.
“Maafkan kami, Kak. Kami penasaran pemandangan di atas bukit,” jawab Trisa.
“Kalau cuaca buruk, kalian jangan memaksa untuk naik ke atas bukit! Bahaya, kalian bisa tersambar petir. Biarpun menurut kalian bukit itu lebih pendek dari pada gunung, harus tetap berhati-hati!”
Mora, Nayla, dan Trisa hanya bisa diam merenungi kesalahan yang sudah mereka buat. Ah, untung mereka bertiga selamat tiba di rumah.
“Maafkan kami ya, Mora, kami memaksamu naik.” ujar Trisa.
“Tak apa-apa. Tapi, lain kali dengarkan kata-kataku, ya.” Mora mengangguk.
Mereka lalu membersihkan badan, lalu menyantap sepiring nasi goreng sosis yang sudah di sediakan oleh mama Mora.
“Naik bukit tidak segampang yang kamu kira. Bukitnya memang pendek dan mudah didaki, tetapi sebaiknya naik saat cuaca cerah dan harus bawa persiapan seperti jaket dan bekal makanan!” ujar Mora.
Nayla dan Trisa tersipu malu karena Mora berbicara seperti itu.
“Oh iya, tadi aku ketakutan. Takut kita harus menginap semalam di bukit. Takut ada hantu atau ular!” kata Nayla, bergidik.
“Kalau aku takut ngompol karena tidak ada kamar mandi di sana!” timpal Mora.
Ketiganya pun tertawa, lalu makan siang dengan nikmat.
“Minggu depan, kita mendaki lagi yuk kalau cuacanya cerah!” ajak Mora.
Trisa dan Nayla mengangguk bahagia.
***
Beberapa hari kemudian, mereka mendaki bukit saat cuaca cerah. Mora, Nayla dan Trisa membawa ransel berisi bekal makanan dan minuman. Juga beberapa mainan, ada ular tangga dan bola plastik.
Saat mereka tiba di atas bukit, mereka duduk di gazebo menikmati indahnya pemandangan Kota Ungaran, ada rumah-rumah yang terlihat kecil dari atas bukit, awan berarak di langit dan burung- burung beterbangan.
“Ayo, main ular tangga!” ajak Mora.
“Ayo, aku pion merah!” teriak Nayla.
“Aku yang kuning!” tukas Trisa.
Mereka bermain dengan senang.
”Yey, aku menang!” dengan girang, Trisa berteriak.
Setelah itu, mereka bermain kejar-kejaran.
Saat lapar, mereka membuka bekal makanan dan minuman yang mereka bawa. Mereka menyantap nasi kuning yang sudah disediakan mama Mora.
“Seru ya, main di atas bukit saat cuaca cerah!” ujar Nayla.
Mora dan Trisa mengangguk-angguk.
“Terima kasih, sudah mengajak kami, Mora!”
“Yaa, sama-sama!” (Tamat)
Bellatrix Wiza, siswa kelas V SD. Hj. Isriati Moenadi Ungaran


