Frame 117

Hantu Sungai (Tolooong!)

By Kak Novia Syahidah

Hari Ahad Yaya dibebaskan bermain sampai sore oleh Bunda. Tapi dengan catatan, Yaya harus tetap makan siang. Maka sesuai rencana, Yaya telah menyiapkan kotak nasinya sebab Yaya tidak akan pulang ke rumah siang harinya.

la dan Neti, juga Erna dan Iris, berencana akan pergi ke sungai hari ini. Mereka akan makan siang di pinggir sungai, sekalian mandi. Kebetulan di dekat sungai itu ada kebun mentimun dan selada milik ayah Erna. Mereka bisa memetiknya untuk lalap. Wuih, sedap sekali!

“Kalian boleh ambil mentimun sepuasnya!” seru Erna, teman Yaya yang berambut lurus sebahu.

“Nah, sekarang kita makan dulu! Setelah itu baru mandi di sungai,” kata Iris yang berambut keriting dengan semangat.

Maka keempat anak perempuan itu langsung menggelar kain sarung yang mereka bawa dari rumah. Berikut kantong plastik berisi baju ganti mereka. Kemudian kain sarung itu dijadikan alas duduk. Angin sepoi-sepol yang bertiup membuat mereka semakin senang. Di sekeliling mereka terbentang sawah yang menghijau.

“Rasanya aku sudah nggak sabar mau mandi,” ujar Yaya sambil menyuap nasinya.

“Tapi ingat ya, kita mandinya di sebelah sini aja. Jangan coba-coba mandi di sebelah sana!” tunjuk Neti ke arah kerimbunan semak yang terletak agak ke hilir Sungai.

“Kenapa?” tanya Iris dan Yaya serentak.

”Kemarin, emakku cerita bahwa di bawah rimbunan semak itu, ada hantu sungainya,” jelas Neti dengan raut bergidik.

“Hus! Menakut-nakuti aja kamu,” kata Iris tak suka. Rambut keritingnya bergerak ditiup angin dari arah sawah.

“Betul, kok. Aku nggak bohong. Tapi kata emakku, hantu sungai itu nggak akan mengganggu kita kalau kita nggak mendekati tempat tinggalnya,” jelas Neti lagi.

”Memangnya kalau kita mendekat ke sana kenapa?” tanya Yaya penasaran.

“Kita akan ditelannya ke dasar sungai dan baru dikembalikan setelah jadi mayat.”

“Hiii…!” Yaya, Iris, dan Erna bergidik.

Meskipun demikian, setelah makan, mereka tetap saja mandi seperti biasa. Mereka bahkan nyaris lupa dengan kisah hantu sungai yang tadi diceritakan Neti. Mereka kini terlihat begitu gembira menikmati sejuknya air sungai yang tidak begitu dalam.

Sambil tertawa-tawa mereka naik ke atas tanggul sungai dan menghanyutkan diri ke arah hilir. Rasanya asyik sekali Ketika tubuh kecil mereka dibiarkan pasrah terlentang, dibawa arus sungai yang tidak begitu deras. Ketika sudah sampai di dekat kincir air, mereka akan segera berdiri dan kembali ke arah tanggul.

Kincir air itu selalu mereka jadikan batas untuk menghanyutkan diri. Kincir yang diameternya sekitar tiga meter itu berfungsi untuk menaikkan air sungai ke perkebunan atau sawah penduduk.

Namun, keceriaan mereka tiba-tiba buyar ketika melihat Neti hanyut ke arah semak belukar yang tadi diceritakannya sebagai tempat tinggal hantu sungai. Mereka semakin panik ketika melihat tubuh Neti mulai terseret ke arah semak belukar yang lebih rimbun.

“Tolong!!” teriak Neti gelagapan. Rambut panjangnya yang dikepang dua tampak menutup sebagian wajahnya. Rupanya ia baru sadar kalau arah hanyutnya keliru.

Yaya dan Iris berusaha mengejar, sementara Erna hanya tertegun cemas di dekat tanggul.

“Tolooong! Aku ditarik hantuuu!” jerit Neti ketakutan.

Memang benar, tubuh Neti semakin terseret dalam. La berusaha menggapai-gapai semak di atasnya untuk mempertahankan tubuhnya agar tetap mengapung. Ketika pegangannya pada semak-semak itu terlepas, tubuhnya kian jauh tertelan arus. Kepalanya kini terlihat timbul tenggelam.

“Tolooong! Tolooong!” seru Yaya. Yaya dan Iris berteriak minta tolong.

Syukurlah ada seorang bapak yang sedang lewat di pinggir sungai tersebut. la langsung berlari ke arah Yaya dan Iris.

“Teman kami, Pak! Dia diseret hantu sungai!” teriak Iris sambil menunjuk kepala Neti yang timbul tenggelam.

Tanpa banyak tanya lagi, bapak itu langsung melompat ke arah Neti dan menariknya dari bawah semak belukar yang rimbun tersebut. Neti tampak batuk-batuk karena terlalu banyak menelan air sungai. Wajahnya memerah dengan bibir gemetaran.

“Makanya, kalau mandi jangan ke bagian yang dalam!” kata bapak itu sambil membopong tubuh Neti ke bagian pinggir.

Erna yang sejak tadi hanya tertegun ketakutan, ikut berjalan ke arah pinggir.

“Itu tempat tinggalnya hantu sungai ya, Pak?” tanya Yaya hati-hati. Yaya takut hantu sungai itu mendengar perkataannya.

“Bukan. Itu tempat berpusarnya air sungai ini. Bagian itu sangat dalam dan bisa menyedot kalian ke bawah sungai. Jadi jangan main-main ke arah sana!” jelas bapak itu sambil terus menasihati mereka.

Yaya dan kawan-kawan hanya mendengar sambil mengangguk-angguk mengiyakan. Tapi dalam hati mereka cukup lega karena ternyata cerita hantu sungai itu tidak ada sama sekali.

“Makanya, kamu jangan suka ngarang cerita yang enggak-enggak, Net! Akhirnya kamu sendiri kan yang kena getahnya,” olok Yaya.

“Ya sudah, Bapak pergi dulu. Hati-hati mainnya!” Bapak tadi beranjak meninggalkan mereka.

Iris dan Erna tertawa menggoda Neti. Sementara Neti hanya diam

dengan wajah yang masih menyimpan ketakutan. (*)

 

-- Akhir --

Bagikan Cerita

Baca tulisan menarik lainnya

Punya Naskah Cerita Sendiri?

Kirim Naskahmu Sekarang!

Naskah-Homepage