Frame 117

Hansel dan Gretel

By Intan Kumala

Di sebuah desa yang berada di tengah hutan, hiduplah sepasang suami istri yang memiliki dua orang anak. ANak laki-laki bernama Hansel dan anak perempuan bernama Gretel. Setiap hari sang ayah bekerja mencari kayu di hutan. Mereka hidup bahagia. Hingga suatu hari, sang ibu meninggal karena sakit keras.

Untuk menghibur Hansel dan Gretel, sang ayah menikah lagi dengan seorang wanita dari desa seberang. Sayangnya ibu tiri mereka sangat jahat. Dia suka menyuruh Hansel dan Gratel bekerja.

Saat musim kemarau tiba, persediaan makanan mereka semakin lama semakin menipis. Ibu tiri meminta sang ayah untuk meninggalkan Hansel dan Gretel di tengah hutan. Awalnya sang ayah tidak setuju. Namun, ibu tiri memaksa karena persediaan makanan akan habis dan mereka bisa mati kelaparan. Sementara itu, Hansel dan Gretel mendengar perkataan ibu tiri mereka. Gretel menangis ketakutan.

“Hiks …. Kakak, aku takut. Apakah kita akan mati di dalam hutan?”

“Sssttt…, tenanglah, Dik. Aku punya ide cemerlang. Tunggulah di kamar,” pinta Hansel.

Hansel kemudian pergi mencari batu kerikil putih di belakang rumah dekat sungai dan memasukkannya ke dalam kantong.

Pagi harinya ibu tiri memberikan sepotong roti pada Hansel dan Gretel. Mereka kemudian bersama-sama pergi ke dalam hutan mencari kayu. Selama perjalanan Hansel diam-diam membuang batu kerikil putih satu per satu. Tibalah mereka di dalam hutan.

“Hansel jagalah adikmu baik-baik,” kata sang Ayah sebelum pergi. Hatinya begitu sedih karena harus berpisah dengan anak-anaknya.

Sang ayah dan ibu tiri berjalan jauh ke dalam hutan lalu meninggalkan Hansel dan Gretel bermain di padang bunga. Semakin lama hari mulai gelap. Suara desiran angin di tengah padang bunga membuat Gretel menangis ketakutan.

“Kakak, apakah kita bisa pulang?”

“Jangan menangis, Gretel. Kau ingat, Ibu pernah berkata kalau batu putih akan bercahaya saat tertimpa cahaya bulan. Kita pasti bisa pulang,” hibur Hansel.

Tak lama dari sela-sela pepohonan, cahaya bulan perlahan-lahan mulai bersinar di kegelapan malam.

“Lihat! Sekarang kita bisa mengikuti batu putih yang bersinar itu untuk sampai di rumah!” kata Hansel sambil menarik tangan Gretel.

Mereka menyusuri hutan mengikuti batu yang bersinar hingga sampailah di rumah mereka. Sang ayah begitu senang menyambut kedatangan mereka, tapi ibu tiri mereka justru tidak merasa senang. Dia bertanya-tanya bagaimana mereka bisa kembali ke rumah. Saat membuka pintu rumahnya, si ibu tiri melihat batu kerikil yang bersinar terang.

Ibu tiri mencari cara lain agar Hansel dan Gretel tidak bisa kembali ke rumah. Dia mengunci kamar mereka agar tidak ada yang bisa keluar. Hansel dan Gretel cemas dan meminta pertolongan pada Tuhan.

Pagi harinya, mereka pergi bersama-sama lagi ke hutan. Ibu tiri membekali mereka masing-masing satu buah roti. Hansel tak kehabisan akal, diam-diam dia membuang potongan-potongan roti sebagai petunjuk jalan. Sama seperti sebelumnya mereka ditinggalkan di tengah hutan.

Saat hendak pulang, ternyata potongan roti-roti itu sudah dimakan oleh para burung. Hansel dan Gretel jadi kebingungan dan tidak bisa pulang. Tak jauh dari tempatnya, mereka melihat seekor burung dan mengikuti arah burung tersebut terbang.

Mereka menemukan sebuah rumah yang terbuat dari kue seperti rumah boneka. Dindingnya terbuat dari roti, atapnya terbuat dari biskuit warna-warni, dan jendelanya terbuat dari permen. Rumah itu terlihat sangat lezat. Tepat saat itu Hansel dan Gretel lapar.

Tanpa menunggu lama mereka mendekati rumah itu dan langsung memakannya. Namun, tiba-tiba terdengar pintu terbuka dan sebuah suara.

“Hei! Siapa yang berani merusak rumah kue kesayanganku?” sentak sebuah suara.

Mereka terkejut mendapati seorang nenek sihir dengan wajah yang sangat menyeramkan. Rambutnya putih berantakan seperti benang kusut, hidungnya bengkok, dan matanya merah tidak jelas melihat.

“Ma… maaf, Nek. Kami sangat lapar,” kata Hansel tampak ketakutan.

“Sebagai hukuman karena telah memakan rumah kueku, aku akan memakan kalian!” kata nenek sihir sambil terkekeh senang.

Nenek sihir menyeret Hansel masuk ke dalam rumah dan mengurungnya dalam kurungan besi.

“Cepat buatkan makanan yang enak-enak agar dia bisa makan dengan lahap dan menjadi gemuk! Aku sangat ingin memakannya,” perintah nenek sihir kepada Gretel sang adik.

Gretel hanya bisa menangis dan memegang tangan kakaknya dari balik jeruji besi.

“Jangan takut, Gretel. Ibu di surga pasti akan menjaga kita,” hibur Hansel.

Setiap hari nenek sihir melihat Hansel dan memeriksa apakah tubuh Hansel sudah menjadi gemuk atau belum.

“Hm…. Aku sudah tidak sabar untuk menyantapmu. Cepat ulurkan tanganmu!”

Hansel tahu kalau nenek sihir matanya rabun. Dia mengulurkan tulang sisa makanan.

“Kau belum juga gemuk. Baiklah akan aku tunggu beberapa hari,” kata nenek sihir kecewa. Gretel selalu memasak untuk Hansel. Sampai tibalah saatnya nenek sihir memeriksa Hansel lagi.

“Kau masih kurus, tapi aku sudah tidak sabar menyantapmu. Aku ingin memakan dagingmu dengan roti lapis panggang buatanku. Pastilah sangat lezat!”

Hansel dan Gretel ketakutan mendengar perkataan nenek sihir.

Nenek sihir menyuruh Gretel untuk menyalakan api di tungku untuk memanggang roti. Sambil menyiapkan tungku, Gretel berdoa agar bisa menyelamatkan kakaknya, Hansel. Setelah membakar kayu agar tungku panas, Gretel memanggil nenek sihir.

“Nek, aku tidak bisa membuka tutup tungku ini.”

“Dasar anak lemah. Sini, biar aku saja yang membukanya!” jawab nenek sihir.

Ketika nenek sihir membuka tutup tungku, Gretel dengan sekuat tenaga mendorong nenek sihir masuk ke dalam tungku panas. Kemudian, dia cepat-cepat menutup tungku hingga nenek sihir tidak mampu keluar dan mati di dalamnya. Gretel segera berlari menemui Hansel. Dia membuka kunci yang diletakkan nenek sihir di atas meja.

“Kita berhasil, Kak! Tuhan mendengar doa kita,” kata Gretel sambil menggandeng tangan Hansel dengan gembira.

Sebelum keluar tanpa sengaja mereka melihat harta karun. Hansel dan Gretel memasukkannya ke dalam kantong, kemudian cepat-cepat keluar dari sana. Mereka berusaha mencari jalan pulang hingga sampailah mereka di tepi sungai. Namun, mereka tidak tahu bagaimana caranya menyeberang sungai. Tiba-tiba seekor angsa putih raksasa berenang ke arah mereka.

“Ayo, naiklah ke punggungku! Aku akan mengantarkan kalian menyeberang sungai,” ucap angsa putih dengan ramah.

Tiba di seberang, Hansel tampak senang, “Aha, ini jalan menuju rumahku. Terima kasih, Angsa Putih!”

Angsa putih hanya mengangguk kemudian pergi meninggalkan mereka.

Hansel dan Gretel berjalan menyusuri hutan hingga tiba di rumahnya. Ayahnya sangat senang menyambut kedatangan mereka. Ibu tiri mereka sudah tidak ada karena sakit keras.

“Maafkan Ayah, anak-anakku. Ayah sangat menyesal. Ayah berjanji tidak akan meninggalkan kalian lagi.”

Akhirnya mereka hidup bahagia selamanya dan tidak miskin lagi. (*)

 

*Ini adalah dongeng dunia yang berasal dari Eropa dan ditulis ulang oleh Intan Kumala.

 

-- Akhir --

Bagikan Cerita

Baca tulisan menarik lainnya

Punya Naskah Cerita Sendiri?

Kirim Naskahmu Sekarang!

Naskah-Homepage