Sebentar-sebentar, Binar melirik ke arah jam dinding. Entah sudah berapa kali ia melakukan hal itu. Rasanya, jarum jam berdetak begitu lambat.
Binar kembali mendengus. Beberapa buku cerita tampak berantakan di sofa. Ya, bocah perempuan kelas V SD itu ingin sekali bertemu ayahnya. Ternyata, tiga hari ditinggal Ayah dinas ke luar kota membuat rumah jadi sepi. Apalagi, Ayah juga berjanji akan membelikannya boneka baru.
“Masih lama ya, Bun, Ayah sampainya?”
Bunda yang baru selesai tilawah Al-Quran tersenyum sesaat, lalu menjawab, “Insyaa Allah sebentar lagi, Sayang.”
Binar pun tersenyum senang.
Tak lama, terdengar suara deruman mesin mobil mengarah ke garasi. Binar hafal betul suara itu. Ia lantas berlari dan membuka pintu depan sambil bersorak, “Horeee, Ayah pulaaaaang!”
Ayah tampak keluar dari mobil. Lalu, tersenyum saat melihat Binar dan bunda yang sudah berdiri menyambutnya.
Usai mencium tangan Ayah, Binar sontak bertanya, “Yah, mana hadiah untukku?”
“Oh, boneka gajah? Sebentar ya,” jawab Ayah santai.
“Nanti dulu, Sayang. Ayah kan masih capek!” cegah bunda.
“Aku sudah nggak sabar, Bun!” sahut Binar polos.
Ayah kembali tersenyum. Kemudian membuka bagasi dan mengeluarkan sebuah paper bag. Binar segera menerimanya dan berlari menuju kamar sambil bersorak kegirangan.
“Binar, tunggu!” cegah Ayah.
Namun, Binar tidak mendengar. Ia sudah menghilang di balik pintu kamarnya.
Di dalam kamar, betapa terkejut hati Binar ketika membuka paper bag itu. Benar! Ayah memang membelikannya boneka gajah, tapi warnanya biru, bukan pink sesuai pesanannya! Binar, si penyuka warna pink itu, mendadak lemas.
“Binar,” ucap Ayah yang ternyata sudah berdiri di depan pintu.
Binar tidak menjawab. Ia tampak cemberut begitu melihat Ayah.
“Ayah minta maaf, ya? Toko yang Ayah kunjungi kehabisan stok warna pink. Ayah tidak sempat mencarinya ke toko lain. Karena terburu waktu, ya warna biru ini yang Ayah pilih. Kalau kamu tidak suka, boleh disimpan saja. Insyaa Allah jika ada rezeki, Ayah belikan lagi.”
Binar mengangguk lemah. Ia mencoba untuk memahami dan menghargai usaha Ayah, meskipun sebenarnya ia merasa sangat kecewa.
***
Esok hari saat sarapan, Binar lebih banyak diam. Ia masih terlihat murung.
Bunda pun berusaha mencairkan suasana, “Mau Bunda ambilkan lagi ikan nila gorengnya, Sayang?”
“Nggak, Bun. Ini sudah cukup.”
“Ya, sudah. Kalau gitu cepetan dihabiskan sarapanmu, sudah hampir jam tujuh, tuh!” Bunda mengingatkan sambil menunjuk jam dinding.
Namun, Binar hanya mengangguk perlahan.
Tidak lama kemudian, Ayah ikut menimpali, “Bagaimana kalau berangkat ke sekolahnya Ayah yang antar? Hari Sabtu ini, Ayah kan, libur.”
“Nggak perlu, Yah. Binar bisa berangkat sendiri naik sepeda,” ketus Binar.
Ayah tersenyum dan memilih diam. Ayah berusaha maklum.
Usai sarapan, Binar bergegas pamit untuk berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan, Binar merasa kesal pada Ayah.
***
Sepulang sekolah, Binar masih terlihat lesu. Padahal, Ayah dan Bunda sudah menunggunya di ruang tengah. Usai mencium tangan Ayah dan Bunda, Binar bergegas ke kamar.
Saat berada di kamarnya, Binar membuka lemari. Ia mengambil boneka gajah biru itu sambil memangku dan memandanginya.
Sebenarnya kamu sangat lucu. Tapi sayang, warnamu biru, bukan pink! Binar membatin kesal.
Tiba-tiba, dari arah teras samping terdengar suara anak perempuan mengucap salam, “Assalamu’alaikum.”
Sepertinya suara Salsa, pikir Binar.
Binar bergegas keluar untuk menemui temannya itu. Meskipun agak sedih, ia ingat janjinya kemarin. Ya, sepulang sekolah, mereka sepakat main boneka bersama.
Karena terburu-buru, Binar tidak sadar membawa boneka gajah biru itu.
“Wa’alaikumsalam. Ayo, Sa, masuk!”
“Terima kasih, Binar. Oh ya, kita jadi mainan boneka, kan?” tagih Salsa sambil memeluk boneka beruang lusuh.
“I…iya, jadi, dong!” jawab Binar tergagap.
“Wah, boneka gajahmu bagus sekali, Bin!” ucap Salsa spontan.
“Oh, ini…”
“Kamu pasti senang! Tidak seperti bonekaku ini,” balas Salsa sedih.
Binar sontak terdiam mendengar tanggapan Salsa.
“Udah, ah! Yuk, kita mainan sekarang!” Salsa kembali menimpali.
Binar mengangguk perlahan. Hatinya merasa terketuk begitu melihat tingkah Salsa. Akhirnya, mereka bermain bersama dengan gembira.
Tidak terasa, satu jam sudah berlalu. Salsa pun pamit pulang ke rumahnya. Mereka berjanji akan bermain kembali esok hari. Setelah mengantarkan Salsa sampai pintu, Binar segera menemui Bunda yang terlihat sedang memasak di dapur.
“Bunda, Ayah mana?” tanya Binar penasaran.
“Masih salat Zuhur di musala.” jawab Bunda singkat.
Mulut Binar membulat. Kemudian, ia berjalan mendekati Bunda. Selanjutnya, Binar menceritakan pada Bunda bahwa ia menyesal karena marah dengan Ayah. Binar melakukan hal itu karena masih terbawa rasa kesal pada Ayah yang salah membelikan boneka gajah. Namun, kini Binar merasa malu kepada Salsa yang tetap bergembira meskipun hanya memiliki boneka beruang lusuh.
Tak lama, Ayah pulang dari masjid. Namun, Ayah tidak langsung masuk rumah, tetapi duduk di kursi teras samping sambil membaca majalah yang ada di pojok baca.
Berkat dukungan Bunda, Binar pun memberanikan diri untuk berbicara pada Ayah.
“A…ayah! Binar mau bilang sesuatu.”
Ayah menoleh, kemudian mengangguk sembari tersenyum. Majalah yang dibaca Ayah diletakkan di atas meja.
“Maaf, Ayah. Se…sebelumnya, Binar memang tidak suka dengan boneka gajah biru ini.”
“Oooh, iya, Sayang. Ayah tahu itu. Maafin Ayah juga, ya? Besok, Ayah belikan lagi sesuai warna kesukaanmu.”
Binar menunduk. Ia teringat boneka Salsa. “Tidak usah, Ayah! Sekarang Binar suka sekali boneka gajah biru hadiah dari Ayah.”
“Lho, kenapa kamu mendadak jadi berubah pikiran begitu?”
Binar bercerita panjang-lebar pada Ayah tentang boneka Salsa. Binar merasa malu. Ia baru menyadari kalau boneka gajahnya jauh lebih bagus daripada boneka beruang Salsa. Ayah manggut-manggut mendengar cerita Binar.
“Ayah bangga dengan pengakuanmu, Sayang. Apalagi, Binar bisa belajar dari kondisi Salsa.”
Binar tersenyum mendengar pujian Ayah.
“Nah, sebagai hadiahnya. Ayah janji akan membelikan Salsa boneka baru agar kalian bisa bermain bersama dengan seru.”
“Betul, Yah?”
Ayah tersenyum sambil mengangguk mantap.
Binar merasa bahagia sekali. Ia jadi tidak sabar memberi tahu Salsa. Selain itu, ada hal lain yang tentu terasa sangat penting bagi Binar. Ya, keceriaan bersama Ayah yang sejak semalam hilang kini telah kembali lagi di rumah ini. (*)


