Ibu Turundul terlalu asyik mencari makan bersama ketiga anaknya hingga tidak menyadari langit yang mulai gelap. Dan saat itu ibu Turundul juga menyadari satu hal, dirinya sudah terlalu jauh mencari makan sampai meninggalkan kawanan ayam lainnya.
Turundul adalah sebutan untuk ketiga anaknya. Nama itu diberikan langsung oleh Pak Asep selaku pemilik mereka. Turundul artinya botak atau tidak berbulu. Adapun alasan Pak Asep memberikan nama itu, karena kepala ke tiga anak ayam itu yang tampak botak serta lehernya yang tanpa bulu. Dua anak ayam berbulu senada, yaitu hitam kehijauan sedangkan yang satu berbulu hijau kecoklatan.
“Ibu bagaimana ini? Hari sudah mulai gelap, sedangkan rumah Pak Asep masih jauh, Bu,” ujar salah satu anak ayam berwarna hitam kehijauan.
Ibu Turundul sebenarnya juga gelisah, ada ketakutan yang besar di hatinya, tapi dia tetap berusaha menenangkan ke tiga anaknya.
“Tidak usah khawatir ya, Ibu akan berusaha agar kita bisa pulang dengan selamat ke rumah Pak Asep.”
Di tengah-tengah kerisauan Turundul dan ibunya, datang Bibi Musang melintas.
“Loh, sudah mau malam kok kalian masih di sini?” tanya Bibi Musang penuh penasaran.
Dan ibu Turundul pun menceritakan keadaan mereka dengan jujur.
“Kalau kalian tidak keberatan, kalian boleh kok bermalam di rumahku,” tawar Bibi Musang yang membuat ibu Turundul terdiam cukup lama.
Banyak pertimbangan yang sedang ibu Turundul pikirkan. Ibu Turundul merasa bimbang, namun saat melihat ketiga anaknya, Ibu Turundul tak tega jika harus membawa anaknya berjalan menuju rumah Pak Asep di kegelapan malam yang mencekam.
“Baiklah, Bibi Musang, kami menerima tawaranmu, apakah tidak merepotkan?”
Bibi Musang menggeleng cepat. Lalu berkata, “Tidak, sama sekali tidak!”
Ketiga Turundul dan ibunya pun mengikuti langkah Bibi Musang untuk menuju ke rumahnya.
Bibi Musang tampak bersikap biasa saja, bahkan Bibi Musang juga menyuguhkan makanan untuk mereka. Bibi Musang menyambut kedatangan mereka dengan sangat baik. Kewaspadaan ibu Turundul pun perlahan menurun, bahkan mereka mengira akan tidur nyenyak malam ini.
Saat malam semakin larut salah satu dari ketiga anak ayam terbangun, dia si Turundul dengan warna bulu cokelat hitam, samar-samar dia mendengar suara Bibi Musang. Awalnya tidak jelas, tapi semakin Turundul sadar dari tidurnya dia semakin jelas mendengar apa yang dikatakan Bibi Musang.
“Sur sur digusur ekornya, ret ret diseret sayapnya.”
Dan kata-kata itu terus Bibi Musang ulang-ulang. Turundul pun membangunkan ibunya. Ibu Turundul dan kedua Turundul lainnya pun terbangun. Ibu Turundul mendengar apa yang dikatakan Bibi Musang.
“Nak, yang punya ekor dan sayap itu kita, sudah pasti yang dimaksud Bibi Musang adalah kita. Bibi Musang berniat memangsa kita,” bisik ibu Turundul khawatir. Muncul penyesalan dalam hatinya, kenapa menerima tawaran Bibi Musang, bukankah musang jelas-jelas suka memangsa ayam?
Para Turundul tampak ketakutan, tapi ibu Turundul mencoba menenangkan.
“Sebentar Ibu cek dulu ke sana.” Ibu Turundul berjalan sangat pelan ke tempat Bibi Musang tidur, yang hanya tersekat bilik bambu. Tanpa suara ibu Turundul kembali menghampiri anak-anaknya.
“Bibi Musang ternyata mengigau, Nak. Ayo kita kabur sebelum Bibi Musang bangun. Kalian jangan berisik ya!” bisik ibu Turundul.
Satu persatu dari mereka mulai melewati pagar bambu rumah Bibi Musang dengan hati-hati. Sesampainya di luar rumah Bibi Musang ternyata malam tidak segelap yang mereka duga, ada cahaya bulan penuh yang menerangi. Mereka pun berhasil pergi diam-diam dari rumah Bibi Musang dengan mengandalkan cahaya bulan dan sampai pada tempat Pak Asep dengan selamat. (*)


